Beranda | Artikel
Seuntai Wasiat untuk Penuntut Ilmu (Bag. 3)
Kamis, 29 Februari 2024

Cara menjaga diri dari godaan dunia

Perkara ini sangat serius dan gawat. Wahai saudaraku dalam Islam dan Sunnah, saya harap kalian pegang ucapan ini dengan serius. Camkan topik ini dengan sungguh-sungguh. Godaan dan ujian begitu banyak. Engkau harus menjaga diri, waspada, melek, dan berusaha menyelamatkan dirimu. Semoga setelah usaha demikian, engkau menjadi selamat.

Intinya, jika engkau ingin keselamatan (semoga Allah menjagamu di zaman yang gelap gulita dan bergelimang dengan berbagai godaan ini), berikut adalah beberapa nasihat:

Nasihat pertama: Berdoa dengan tulus

Berdoa dengan sepenuh hati dan ketulusan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar meneguhkanmu di atas agama ini dan meneguhkan hatimu di atas agama ini. Berdoalah kepada Allah dengan ketulusan. Berdoalah kepada Allah dengan hati yang hadir, sembari mengucap,

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ يَا مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ قَلْبِي عَلَى طَاعَتِكَ

Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu. Wahai Zat yang menggerakkan hati, gerakkan hatiku untuk melakukan ketaatan kepada-Mu.

Mintalah kepada Zat Yang hati para hamba berada di tangan-Nya, agar meneguhkanmu di atas agama ini dan tidak menyesatkanmu setelah Allah beri petunjuk. Ucapkan dengan sepenuh hati,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali ‘Imran: 8)

Mintalah kepada Rabbmu agar mewafatkanmu bersama orang-orang yang berbakti. Mintalah kepada Rabbmu agar mewafatkanmu dalam keadaan muslim.

Nabi Yusuf ‘alaihis salam, seorang nabi dan rasul yang mulia, dahulu berdoa dengan doa ini, yaitu agar Rabbnya mewafatkannya dalam keadaan muslim.

تَوَفَّنِى مُسْلِمًۭا

Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim.” (QS. Yusuf: 101)

Demikianlah, sepatutnya bagi setiap pengikut para nabi dan rasul ‘alaihimus salam agar meminta kepada Allah dengan tulus, bisa meninggal dalam agama Islam dan selamat dari berbagai godaan dan ujian. Sebab, tidak ada jaminan bagi seseorang walaupun ia lahir dalam keadaan muslim, atau dari kedua orang tua yang muslim, atau dia seorang penuntut ilmu, atau dia istikamah di atas ketaatan, atau dia seorang syekh yang terkenal. Demi Allah, Pencipta dan Pemilik langit, ini semua bukan jaminan. Sebab, hati seorang hamba berada di antara dua jemari dari jari-jemari Allah yang Maha Pengasih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala membolak-balikkannya menurut kehendak-Nya. Betapa banyak orang yang ditokohkan ternyata pada akhir hayatnya su’ul khatimah (kematian yang buruk). Semoga Allah memberikan kita keselamatan dan kesehatan jiwa dan raga.

Sehingga, hal pertama yang perlu engkau hadirkan dengan usaha, ilmu, dan kesungguhan, serta perlu engkau serahkan urusannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah meminta-Nya dengan tulus agar meneguhkanmu di atas agama ini.

Nasihat kedua: Belajar agama dengan serius

Kemudian, nasihat kedua setelah itu, wahai saudaraku sekalian, adalah hendaknya engkau bersungguh-sungguh mempelajari agamamu. Ulama adalah manusia paling teguh dalam agama ini. Ulama adalah manusia paling teguh jika angin ujian dan godaan dunia berhembus. Mengapa? Sebab dengan taufik Allah ‘Azza Wajalla, mereka berpegang dengan sebuah tali yang kuat, yaitu ilmu. Ilmu adalah cahaya yang menerangi insan. Ilmu adalah penjaga. Ilmu adalah pelindung. Jika engkau memiliki ilmu terhadap agama Allah ‘Azza Wajalla, jika engkau memiliki ilmu terhadap kitabullah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ, jika engkau memiliki ilmu terhadap apa yang Allah firmankan dan apa yang Rasul sabdakan ﷺ, maka berbahagialah dengan kebaikan. Sebab, itu merupakan tanda mendapat hidayah, dan salah satu sebab mendapat hidayah, serta keteguhan di atas agama.

Hal terbesar yang wajib diseriusi untuk dipelajari adalah mempelajari akidah yang benar. Mempelajari cara mentauhidkan Allah ‘Azza Wajalla. Jadikan hal ini hal terbesar dalam hidupmu.

Belakangan ini ada yang bilang, “Hidup itu harus memiliki strategi.” Jadikan 5/6 tujuan strategis hidupmu dalam hal-hal a, b, c, dan berkutat seputar dunia saja dan dia senantiasa membicarakan tentang masa depan.

Masa depan sejati nanti di sana, bukan di sini. Bukan berarti seseorang sampai melepaskan hidupnya. Bukan. Akan tetapi, maksudnya adalah jangan jadikan kehidupan ini letaknya di hati, tetapi di tangan.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah menyebutkan suatu contoh bagus terkait kondisi seorang mukmin di dunia. Beliau berkata,

الدنيا للمؤمن كالخلاء لا بد منها ولا يأنس الإنسان بها

Dunia bagi seorang mukmin seperti toilet. Keberadaannya dibutuhkan, tetapi tidak untuk bernyaman-nyaman ditinggali seseorang.

Merupakan suatu hal yang penting untuk masuk ke kamar mandi, tetapi itu bukanlah tempat untuk kenyamanan, kebahagiaan, dan istirahat. Hanya sekadar untuk menunaikan hajatmu secepat mungkin. Kemudian apa? Kemudian keluar. Beginilah seharusnya apabila seseorang yang telah mendapat hidayah dan bashīrah (penglihatan). Ia menjadikan dunia ini di tangannya, tidak menjadikannya di hatinya.

Ilmu akidah dan tauhid: Kunci mengenal dan mengagungkan Allah

Sehingga, siapa yang serius mempelajari tauhid dan mempelajari akidah, maka keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan terpatri di hatinya dan ia akan menganggapnya sebagai suatu hal yang penting. Ia akan mengagungkan Allah ‘Azza Wajalla dengan pengagungan yang pantas ditujukan kepada-Nya. Hal itu merupakan salah satu wasilah, sementara hidayah ada di tangan Allah. Akan tetapi, demi Allah, saudaraku sekalian, mempelajari tauhid dan akidah adalah salah satu tanda mendapat hidayah dan sebab teguh di atas agama. Sebab, apa isi dari ilmu akidah? Akidah adalah mengenal Allah ‘Azza Wa Jalla. Mengenali Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta kemuliaan, keindahan, dan kesempurnaan-Nya. Mengetahui hak-hak Allah atas hamba-Nya. Oleh sebab itu, engkau dapat mengagungkan Allah dengan pengagungan yang layak ditujukan kepada-Nya Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga, hal-hal kecil lain yang tak bernilai tidak akan terpatri di hatimu.

Camkan kaidah berikut, bahwasanya mempelajari akidah adalah salah satu sebab dapat merealisasikan keimanan dan tauhid. Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi Zat yang paling dicintai hatimu. Semakin bertambah cintamu kepada Allah, semakin sedikit cintamu pada yang lain. Semakin bertambah rasa takutmu kepada Allah, semakin sedikit rasa takutmu pada yang lain. Semakin besar rasa harapmu kepada Allah ‘Azza Wajalla, semakin sedikit engkau berharap pada yang lain.

Saudaraku sekalian, hal itu adalah suatu keniscayaan dan kepastian. Sebab, hati tempatnya satu, seperti satu bejana, tetapi isi minumannya bermacam-macam. Kalau bejana tersebut penuh dengan sesuatu, maka tidak ada lagi tempat untuk yang lain. Jika hati penuh dengan rasa cinta kepada Allah ‘Azza Wajalla, bagaimana bisa ada cinta lain, selain cinta kepada-Nya? Jika hati penuh dengan pengagungan kepada Allah ‘Azza Wajalla, bagaimana bisa ada pengagungan kepada selain-Nya?

Oleh karena itu, nomor satukan Allah, saudaraku sekalian. Mari kita bersama-sama serius mempelajari akidah yang benar, terutama di zaman ini yang banyak tersebar dai pengajak keburukan dan kesesatan. Mereka menyebarkan kesyirikan dan pemahaman menolak sifat-sifat Allah ‘Azza Wajalla. Mereka menyebarkan akidah yang keliru dalam masalah iman dan takdir, serta berbagai masalah-masalah pokok dan pondasi keimanan lainnya. Banyak dari mereka yang memalingkan orang-orang dari kebenaran yang terang benderang, yaitu akidah para pendahulu umat ini yang saleh. Sehingga, saudaraku sekalian, kita perlu mempelajari akidah yang benar, sebagaimana yang diimani oleh para pendahulu umat ini yang saleh rahimahumullah. Sebab, hal ini adalah salah satu sebab istikamah.

Nasihat ketiga: Beramal

Nasihat ketiga adalah melanjutkan ilmu tersebut dengan amalan. Karena ilmu ditujukan untuk beramal. Adapun ilmu tanpa amal akan berbuah malapetaka bagi pelakunya. Ada dua hal yang tercela:

Pertama: Beramal tanpa ilmu

Kedua: Berilmu tanpa amal

Orang yang diberi hidayah adalah orang yang berilmu lalu beramal. Bersungguh-sungguhlah untuk menerapkan apa yang telah engkau ketahui. Jangan sampai engkau semangat dan serius menghapal, membaca, mendatangi majelis, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya, tetapi setelah itu tidak bersungguh-sungguh mengajak jiwamu menuju kebenaran, membenahinya dengan benar, memalingkannya ke arah kebenaran, dan mendidiknya dengan benar.

Siapa yang semangat dalam menuntut ilmu, tetapi malas, lemah, dan kendur dalam beramal, maka itu adalah tanda ada suatu keburukan yang tersembunyi di hatinya. Semoga Allah melindungi kita. Betapa sedikit orang yang diberi taufik selamat dari hal itu. Tetapi, apabila ia serius menuntut ilmu kemudian melanjutkannya dengan beramal, maka ia pantas mendapat taufik. Semangatlah menerapkan dan mengamalkan apa yang telah engkau ketahui. Sebab, ini adalah salah satu sebab keistikamahan.

[Bersambung]

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho


Artikel asli: https://muslim.or.id/91642-seuntai-wasiat-untuk-penuntut-ilmu-bag-3.html